Kamis, 05 Desember 2013

5:47 AM -

Senyum Langit Yang Malu

Hari itu diatas gedung yang menjulang tinggi, aku lepas konsentrasiku untuk memandangi keluar kaca yang bening, menatap senja yang mulai menggelap. Genting genting semakin bermerahan terkena pantulan cahaya sore yang mulai meredup, senja itu menyembunyikan cahaya mentari yang telah menghidupi dunia hari ini.
Satu, dua, tiga cahaya kuning memancar perlahan, satu demi satu memancarkan cahaya dari rumah dikejauhan. Dibelakangnya masih nampak gunung yang membiru, cahaya itu sebagai penunjuk arah
pulang kerumah.
****
Semakin gelap, semakin tampak terang cahayanya yang menguning. Langit yang biru terlihat mulai berubah memerah seolah tengah menampakkan rasa malunya, mungkin sang langit malu kepada malam sehingga semakin malam mendekat maka akan semakin memerah warnanya.
Tetapi, malunya perlahan tertutupi oleh tubuh malam yang menggelap, menutupi senyum malu-malu langit yang memerah itu. Dan akhirnya kegelapan menggulita diseantero langit langit yang kulihat dari kaca itu, dan aku tersadar ternyata waktu telah cukup berjalan, berganti dari siang ke malam. Dan, aku masih terduduk dikursi kaki tiga itu, sembari memandang sekilas senyum yang memancar darimu. Kamu masih tegar, semangatmu masih ada, dan aku tersadar harus melanjutkan belajarku.