Selasa, 12 November 2013

5:31 AM -

Mari Bercermin Diri

Mulailah kita mengamati wajah seraya bertanya, “hei wajah, apakah engkau ini kelak akan bercahaya bersinar indah disurga sana? Atau malah engkau ini akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?”
Lalu, tataplah mata kita, seraya bertanya, ”Hei mata, apakah engkau ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Maha agung, menatatp keindahan surge, menetap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih kekasih Allah kelak? Ataukah engkau ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, dan meleleh ditusuk baja membara? Akankah engkau yang seringkali terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata, apa gerangan yang engkau tatap selama ini…?”
Tanyalah mulut kita ini, “Apakah  mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thoyyibah, laailaahaillallah? Ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur julur,
menjadi pemakan buah zaqum yang getir menghanguskan, dan menghancurkan setiap usus? Atau menjadi peminum lahar dan nanah yang panas membara? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibbahh,dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini…?”
“Wahai mulut, apakah gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang …. Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan! Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katanu yang mengiris tajam! Betapa banyaknya kata-kata menis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya  engkau jujur? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu…?”
Berdialoglah dengan diri ini, “Hai …. Kamu ini anak shalih atau anak durjana? Apa saja yang telah engkau peras dari orang tuamu selama ini? Tetapi, apa yang telah engkau berikan kepada keduanya, selain menyakiti, membebani, dan menyusahkan? Tidak tahukah engkau, betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk  yang tidak tahu membalas budi!”
“Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka cita, bercengkerama di Surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik cabik hancur mendidih didalam lahar jahannam yang akan terus terasa tanpa ampun, memikul derita tiada akhir?”
“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yag telah engkau lakukan? Berapa banyak orang orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba hamabba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang kamu acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak hak yang telah engkau rampas?”
“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam kotoran-kotoran yang melekat di tubumu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”
Lalu… ingatlah amal amal kita, “Hai tubuh, apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkkan? Berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini?”
“Apakah engkau ini dermawan atau sipelit yang menyebalkan?” berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dijalan kebenaran? Bandingkan dengan yang telah engkau gunakan untuk memenuhi selera hawa nafsumu!”
”Apakah engkau ini shalih atau shalihah seperti yang engkau tampakkan ? Khusukkah shalatmu? Zikirmu,doamu….. ikhlaskah engkau melakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah engkau ini menjadi makhluk riya’ tukang pamer?”
Sungguh! Betapa banyak perbedaan antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh “topeng”? betsps ysng kulihat selama ini hanyalah “tupeng”, hanyalah seonggok sampah busuk yang  terbungkus “topeng-topeng” duniawi.
Wahai sahabat sahabat sekalian …. Sesungguhnya saat bern adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.
Semoga kita dikaruniai hati yang istiqamah (selalu lurus) di atas kebenaran dan semoga kita kelak kembali kepada Allah dengan membawa hati yang selamat. Amin .wallahua’lam bishawah.
Dikuti dari buku ‘menggapai Qalbun saliim ‘ karya Abdullah Gymnastiar.