Selasa, 16 September 2014

4:54 PM -

Sepotong Kayu

Pandanganku terasa asing, seolah tengah berada ditempat yang tiada ku kenal. Sendiri mengais mimpi yang terbang dan berputar putar diatasku. Dan waktu telah membawaku ketempat ini, terdampar pada tanah yang gersang. Tak terasa mentari menyinari mimpiku yang mulai redup dan sedikit memberinya kehidupan, tak terasa bumiku telah selesai mengitari sang mentari nun jauh itu, dan aku masih disini menikmati asingnya negeri ini. Langit itu mulai gelap seakan hujan akan memberi warna diatas bumi ini. Dan aku masih bertahan, menjadi sepotong kayu yang tenang sembari mengamati alam ini. Harapan mulai ada ketika gelap itu semakin kuat, hingga reduplah seisi alam ini, “tenang sebentar lagi kehidupan itu akan datang” seolah penghuninya berbisik. 
 Waktu semakin berlalu, dan langit kembali cerah, awan hujan itu tertiup angin dan menghilang bersamanya. Hanya ada satu cahaya yang menerangi tempat ini, dia begitu tegar meski penghuninya tiada mengharapkannya. Dialah mentari, yang membawa sinar dan cahaya, memberi kehangatan dan kehidupan. Aku terkagum padanya, seakan ingin mendekat dengannya, tapi kayu rapuh ini pasti kan terbakar jika terlalu dekat dengannya. Bahkan kedua bola mata ini tak mampu untuk memandang kuat sinarnya, dan hanya bisa menyapa kala ia tertutup oleh bumi yang senja. Sepotong kayu ini hanya ingin menjadi manfaat bagi sekitarnya, meski hanya sekedar sebagai pembakar tungku, setidaknya ia memberi manfaat. Sepotong kayu ini bisa memberi sedikit cahaya dimalam gelap, meski tak sekekal mentari tetapi cahaya itu setidaknya bisa menghangatkan barang sekejap, meski itu mengorbankan tubuhnya. Sepotong kayu itu hanya ingin terlihat oleh mentari itu kala ia menyinari dunia yang lain, kala ia menoleh kebelakang, ada cahaya kecil disana, dan itu adalah aku.